Review Buku (Februari)

Bhaskara Adiwena
4 min readMar 3, 2021
Photo by Tom Hermans on Unsplash

Ada beberapa buku yang saya baca pada bulan ini. Saya lebih produktif dalam membaca, salah satu sebabnya karena saya mulai berlangganan Kompas Digital, sehingga mampu mengakses buku terbitan Kompas Gramedia melalui gawai saya. Dari semua itu, tiga buku akan saya highlight.

Cover Pachinko. Sumber: goodreads.com

1. Pachinko (Min Jin Lee)

Saya membaca novel fiksi ini dalam format digital di Kindle saya. Novel ini lumayan tebal, sekitar 500 halaman. Pace saya membaca ini sedikit lambat di tengah kesibukan. Saya mulai membacanya di bulan November lalu, ketika saya di Australia, dan baru selesai di bulan Februari silam.

Novel Korea ini bertemakan perjalanan hidup empat generasi keluarga Korea. Periode waktu pun menjadi luas, sedari Perdang Dunia I, hingga akhir tahun 1980an. Kisah keluarga ini dibumbui dengan segenap konflik, utamanya permasalahan minoritas, agama-budaya, finansial.

Dari aspek minoritas terdapat diskriminasi ras Korea oleh masyarakat Jepang. Sebagai contoh, Sunja, gadis Korea yang menjadi akar cerita, merasakan diskriminasi ini, terutama ketika pindah ke Jepang. Sunja menolak untuk dinikahi pemuda kaya yang menghamilinya, kemudian lantas memilih untuk menikah dengan pastor Korea, Baek Isak, dan memilih untuk menjadi bagian diaspora Korea di Jepang.

Dari sisi agama, dikisahkan bahwa Sunja yang tidak percaya kepada Tuhan, kemudian menikahi Isak yang seorang pastor, perlahan mempelajari nilai keagamaan yang lekat di keluarga Baek. Ini tercermin bahwa nama-nama anak dan cucu mereka kelak dinamai dengan nama utusan Tuhan, seperti Noa (Nuh), Mozasu (Musa) dan Solomon (Sulaiman).

Dari sisi finansial, tentunya keluarga mereka harus menyambung hidup dengan bekerja. Noa yang akhirnya memutuskan untuk berhenti kuliah di universitas ternama dan bekerja di tempat Pachinko, tempat yang dianggap hina oleh mayoritas masyarakat. Mozasu yang memiliki kepribadian berbeda, juga pada akhirnya bekerja di industri yang sama, meski pada akhirnya keduanya menjalani hidup dengan arah yang berbeda.

Novel fiksi ini mengisahkan bahwa hidup pada masa itu (dan juga saat ini, atau pun nanti), penuh dengan penderitaan. Namun usaha dan pengharapan akan hidup yang lebih baik, membuat individu dapat terus maju dan bertumbuh.

Mungkin, satu hal esensial dalam novel ini adalah peran keluarga sebagai jangkar. Seberapa pun peliknya hidup, ada tempat untuk berpulang. Ada keluarga yang akan tulus mencintai, meskipun kerap kita merasa kesal akan kejujuran yang disampaikan keluarga. Akan selalu ada keluarga yang akan membantumu menyelesaikan masalah.

Novel ini membuat saya merenung, bahwa kita ada bagian kecil dari rantai waktu kehidupan yang panjang nan kompleks. Meski kecil, berikan kebahagiaan untuk orang lain, terutama untuk keluarga kita.

2. Perkasa dengan Gerakan Shalat dan Pijat Getar Syaraf (Isran & Rachmat Apit) dan Shalat Jadi Obat (Madyo W.)

Cover Perkasa. Sumber Tokopedia.com

Berbeda dengan buku Pachinko di atas, kedua buku ini merupakan buku non-fiksi yang aplikatif dengan genre pengobatan holistik spiritual. Kedua buku ini merupakan ‘daging’, dan bisa menjadi pemantik diskusi untuk hidup yang lebih sehat.

Mungkin saya sering mengulang perkataan ini, bahwa dalam hidup saya punya banyak guru. Guru saya, punya banyak guru. Dalam tulisan ini, saya berterima kasih kepada guru-guru saya, dan juga guru dari guru saya, Pak Isran. Pak Isran telah mengembangkan imu ini dan menyebarkan kepada banyak orang. Mereka semua, telah menyampaikan kebaikan dan keberkahan untuk orang lain. Doa terbaik untuk para guru kita.

Hal terpenting dari dua buku ini adalah gerakan derivasi shalat (juga termasuk gerakan shalat sendiri) dapat membuka tombol-tombol kesehatan kita. Secara khusus, gerakan derivasi shalat yang disampaikan, seperti duduk timpuh atau duduk perkasa, dapat membuang racun, serta membuka sistem di dalam tubuh.

Cover Shalat Jadi Obat. Sumber: Shopee.com

Ketika shalat Jumat di masjid, pernah kah kita mengamati bahwa telapak kaki orang yang di depan kita memiliki warna berbeda-beda? Ada yang merah jambu bersih, dan ada yang berona abu pucat hingga hitam pekat? Ini semua menandakan kondisi tubuh yang erat kaitannya dengan racun. Adapun racun itu, bisa berasal dari makanan, pikiran, maupun mata hati. Hal ini bisa disembuhkan dengan beberapa gerakan derivasi dalam buku ini.

Terdapat beberapa pengetahuan yang ingin saya bagikan, namun, saya paham betul, bahwa topik seperti ini sifatnya amat niche, dan tidak bisa diterima semua orang. Oleh karena itu, jika ada yang tertarik, dipersilakan untuk dapat memulai untuk membaca kedua buku di atas.

Saya sendiri mendapatkannya melalui di Tokopedia, di mana salah satu bukunya merupakan buku bekas. Jika ada teman-teman yang tertarik untuk berdiskusi, apapun itu, dipersilahkan untuk berkorespondensi dengan saya.

Dalam lautan ilmu pengetahuan yang terlampau luas ini, saya berupaya untuk sedikit berbagi pengalaman dan sedikit pencerahan. Semoga ini terus menjadikan saya penuh ketulusan, dan tidak lantas menjadi pamrih. Semoga Tuhan senantiasa memberikan rahmat kesehatan untuk kita semua, untuk kita dapat menjadi pemecah solusi di kehidupan yang kompleks ini.

--

--

Bhaskara Adiwena

Memiliki ketertarikan kuat dengan ilmu ekonomi, kesehatan, filosofi, serta peningkatan produktivitas.